Selasa, 22 April 2014


I.                  PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Dalam ilmu geografi kita dapat melakukan beberapa pendekatan untuk dapat mengetahui flora dan dan fauna di Indonesia. Dalam makalah ini, penulis akan mengintegrasikan antara pendekatan spasial yaitu lokasi flora dan fauna dan pendekatan ekologisnya yaitu lingkungan flora dan fauna serta campur tangan dari manusia untuk menjaga kelestariannya.
Keberagaman flora dan fauna Indonesia dikelompokkan berdasarkan lokasi oleh Weber dan Wallacea yaitu Paparan Sunda, Paparan Peralihan (Wallace) dan Paparan Sahul. Pembagian ini dikarenakan pada awalnya Asia, Indonesia, dan Autralia menjadi satu, tetapi karena terjadinya penurunan suhu permukaan bumi sehingga air laut menjadi turun maka terpisahlah Asia, Indonesia dan Australia. Flora dan fauna bagian barat Indonesia mirip dengan Asia, flora dan fauna bagian timur Indonesia mirip dengan Australia dan pada bagian tengah Indonesia merupakan daerah peralihan antara flora dan fauna bagian barat dan bagian timur. Paparan Sunda meliputi Jawa, Kalimantan, Sumatra dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Paparan Peralihan meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Paparan Sahul meliputi Papua, kepulauan Aru dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. 
            Sudut pandang yang sering digunakan dalam mengenal dan mengerti hutan rakyat adalah sudut pandang pragmatisme, geografis, dan sistem tenurial (Awang et. al., 2002). Pandangan pragmatisme melihat hutan yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan kepentingan pemerintah saja. Semua pohon-pohonan atau tanaman keras yang tumbuh di luar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat. Konsekuensi logisnya adalah hutan rakyat tidak diusahakan pada tanah negara. Pengertian tersebut telah mengabaikan kapasitas pelaku pengusahaan hutan rakyat tetapi lebih menekankan pada kepemilikan lahan (Dudung Darusman dan Harjanto, 2006). Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung letak geografis, ada yang di dataran rendah, medium, tinggi dan jenis penyusunnya berbeda menurut tempat tumbuh, serta sesuai dengan keadaan iklim mikro. Pandangan sistem tenurial berkaitan dengan status misalnya status hutan negara yang dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga dan lain-lain.

1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum konservasi flora dan fauna  adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sekaligus memahami pengertian dari konservasi flora fauna, kendala dalam pelestariannya dan pentingnya tentang flora dan fauna itu, serta penerapannya oleh masyarakat agar terwujudnya pengelolaan sumber daya hutan secara lestari.
Kegunaan yang diharapkan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat menambah wawasan sekaligus memahami tata cara konservasi flora dan fauna dalam pengelolaan sumber daya hutan.

II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERLUNNYA PERLINDUNGAN FLORA DAN FAUNA
Flora dan fauna sangatlah besar peranannya bagi manusia.Dengan adannya flora dan fauna,manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknolloginnya misalnya : tumbuhan yang dapat berguna bagi kesehatan.tentunnya dengan ditemukannya penemuan-penemuan tersebut kehidupan manusia akan semakin sejahtera dan ilmu  pengetahuan mereka mulai berkembang yaitu dengan melakukan penelitian yang lebih lanjut tentang kegunaan flora dan fauna tersebut.sehingga disinilah manusia mulai memahami betapa pentingnya mereka dalam hidup ini.
Dalam masa pembangunan sekarang ini, masalah menjaga keserasian lingkungan semakin penting. Usaha penyelamatan Sumber Daya Alam Hayati merupakan bagian dari kegiatan pembangunan. Konsepsi perlindungan dan pengawetan Sumber Daya Alam Hayati yang menjadikan jenis-jenis langka semata-mata sebagai sasarannya kini telah beralih kepada usaha perlindungan dan pengawetan terhadap tipe-tipe ekosistem dengan segenap anggota unsur pembentuknya.
Usaha perlindungan dan pengawetan alam perlu dipadukan dengan usaha pelestarian tanpa mengurangi dan mengganggu tercapainya tujuan pokok usaha konservasi, misalnya pemanfaatan bagi pengembangan ilmu, pendidikan, rekreasi, tourisme, bahkan membantu pemutaran roda ekonomi khususnya untuk peningkatan pemerataan kesejahteraan rakyat banyak.
Adanya suaka alam berupa cagar alam dan suaka marga satwa yang beupa taman wisata , taman safari  hingga taman nasional, daerah penangkaran satwa maupun kebun binatang dan adanya kebun botani serta penetapan jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi dengan UU Perlindungan Alam merupakan perwujudan upaya dan ikhtiar untuk menjaga Sumber Daya Alam Hayati dari ancaman bahaya punah.

2.2 PENTINNYA FLORA DAN FAUNA
Flora dan fauna keberadaanya sangatlah penting.jika tidak ada flora dan fauna maka keseimbangan alam akan terganggu karena tidak adanya hubungan timbal balik (interaksi) antara manusia dan lingkungannya.selain itu manusia akan mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhannya karena manusia dan alam pada hakikatnya dalah suatu kesatuan yang apabila salah satunya rusak maka semuannya juga akan mengalami kerusakan.

2.3 HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM KONSERVASI FLORA DAN FAUNA
Hambatan dan tantangan dalam melakukan konservasi yaitu terhambatanya oleh medan dan waktu,keadaan yang alam yang berbeda,serta masih adanya kepercayaan mitologi.salain itu juga dengan adannya ketidak sadaran masyarakat setempat tehadap pentingnya alam karena dianggap kegiatan tersebut membuang-buan waktu saja,dan tidak berguna.
Kendala / permasalahan dan upaya penanggulangannya dalam konservasi lingkungan. Dalam melaksanakan pembangunan konservasi sumber daya alam, dan ekosistemnya masih ditemui kendala pada umumnya diakibatkan oleh :
1.      Tekanan penduduk
2.      Jumlah penduduk Indonesia yang padat sehingga kebutuhan akan sumber daya alam meningkat.
3.      Tingkat kesadaran
4.      Tingkat kesadaran ekologis dari masyarakat masih rendah, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang belum memadai. Sebagai contoh beberapa kawasan konservasi yang telah ditetapkan banyak mengalami kerusakan akibat perladangan liar / berpindah-pindah.
5.      Kemajuan teknologi :Kemajuan teknologi yang cukup pesat akan menyerap kekayaan (eksploitasi sumber daya alam) dan kurangnya aparat pengawasan serta terbatasnya sarana prasarana.
6.      Peraturan dan perundang-undangan







III. METODE PRAKTEK
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum konservasi flora dan fauna dilaksanakan pada hari Minggu, 13 April 2014, bertempatdi Kelurahan Ako, Kecamatan Pasangkayu, Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum konservasi flora dan fauna yaitu alat tulis menulis.
3.3  Cara Kerja
Dalam pengambilan data dilakukan dengan cara mewawancarai masyarakat sekitar Kelurahan Ako Tersebut dengan menagajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai data responden dan melihat potensi dari suatu lahan yang dimananya terdapat tanaman Agroforestry.








IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
         Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, kami mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut untuk mengetahui potensi dari konservasi flora dan fauna di desa Ako tersebut :
1.      Nama                                       : H. Pahang
2.      Umur                                       : 81 Tahun
3.      Pendidikan                              : SR (Sekolah Rakyat)
4.      Berapa letak geografis pada Provinsi Sulawesi Barat ?
5.      Status tanah yang dimiliki ?
6.      Luasan lahan ?
7.      Asal usul tanah ?
8.      Jenis pohon yang di tanam ?
9.      Berapa umur pohon ?
10.  Asal bibit didapatkan ?
11.  Berapa kali pemangkasan dilakukan ?
12.  Penghargaan apa saja yang telah di dapatkan ?
13.  Apakah sudah dapat memproduksi bibit sendiri ?

4.2    Pembahasan
Provinsi Sulawesi Barat terletak pada koordinat 00 121 30 381 LS dan 1180 431 15” – 1190 54’3” BT, terletak di sebelah Barat pulau Sulawesi, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Di sebelah barat dengan selat Makassar, disebelah Timur dengan Provinsi Sulawesi Selatan, di sebelah Utara dengan Provinsi Sulawesi Tengah. Wilayah Provinsi Sulawesi Barat mempunyai total luas wilayah mencapai 16.937,16 km2. Propinsi Sulawesi Barat adalah daerah yang terletak pada sisi barat Pulau Sulawesi yang merupakan pecahan dari Provinsi Sulawesi Selatan. Propinsi ini terbentuk pada tanggal 5 Oktober 2004 dan menetapkan Mamuju sebagai ibukota provinsi.

Secara topografi, Sulawesi Barat merupakan daerah pegunungan sehingga memiliki banyak aliran sungai yang cukup besar dan berpotensi untuk dikembangkan. Di Sulawesi Barat terdapat 193 buah gunung. Gunung tertinggi adalah Gunung Ganda Dewata dengan ketinggian 3.037 meter diatas permukaan laut yang menjulang tegak di Kabupaten Mamuju.
Bapak H. Pahang yang  lahir di Endrekan 81 tahun yang lalu, yang memiliki 5 orang anak, adalah seorang petani yang sukses bertempat di desa Ako, Kecamatan Pasang kayu, Mamuju Utara dengan adanya penghargaan yang pernah ia dapatkan selama mengelola lahan seluas 12 Ha, beliau adalah petani Agroforestry, dengan  pencampuran tanaman kehutanan dan pertanian di dalamnya. Dengan modal menjual emas seberat 15 kg, pak haji membeli bibit lalu pada tahun 1988 beliau memulai menanam, awalnya yang ia tanam adalah bibit kemiri, namun beliau kemudian mengantinya kembali, alasannya penghasilan dari kemiri mendapat keuntungan yang sedikit, lalu beliau mengantinya dan menanam bibit eboni, coklat, sengon, kayu manis, mahoni dan jadi, serta tanaman pertanian lainnya.  Dari hasil pengelolaan yang baik Pak H.Pahang mendapat penghargaan dari berbagai kategori, diantaranya ialah penghargaan dari Gubernur dalam kategori petani sukses, lalu penghargaan BPTH Ujung Pandang sebagai petani sukses dan penghargaan yang sama pula ia dapatkan sebagai penyebaran benih seluruh Indonesia, ada pula penghargaan dari kementrian kehutanan.
Awal dari lahan tersebut adalah anjuran dari pemerintah yang memberikan kepada masyarakat untuk membuka hutan untuk dikelolah agar tetap  bertahan hidup. Tahun pembukaan lahan tersebut adalah tahun 1968. Status kepemilikan lahan tersebut termaksud dalam kategori milik pribadi, jenis-jenis pohon yang ada dalan lahan 12 Ha tersebut meliputi Eboni yang berusia 19 tahun, Mahoni 11 tahun, Jati 16 tahun, Sengon 4 tahun, Gaharu 1 tahun dan Kayu manis yang berusia 1 tahun. Pemangkasan pohon-pohon tersebut di lakukan secara 1 kali pemangkasan saja, atau 1 kali dalam setahun. H.Pahang dahulunya mendapatkan Bibit-bibit pohon tersebut dari daerah Donggala dan sekitarnya, namun sekarang pak H.Pahang telah memproduksi bibit-bibit pohon sendiri. Jarak tanam yang pak H.Pahang lakukan yaitu berjarak 4-5 meter perpohonnya. Penyakit yang sering didapati yaitu kutu, atau pun gangguan hama lainnya yang merusak coklat maupun memakannya.
V.  PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Flora dan fauna sangatlah penting baik bagi negara dan manusia karena itu merupakan suatu aset yang sangat berharga dan tak ternilai harganya.mengapa demikian ? karena flora dan fauna memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan memiliki sejuta peran dalam hidup ini sehingga sangat perlu dilindungi. Flora dan fauna juga memilika banyak manfaatnya dam sangat penting bagi manusia karena dapat mengembangkan ilmu pengetahuan manusia dan teknologinya.
Pak H.Pahang adalah petani yang sukses, banyak penghargaan yang ia telah dapat melalui hasil usahanya didalam mengelolah lahan seluas 12 Ha. Ketika 20 tahun kemudian, lahan tersebut akan menjadi tempat tinggal dari burung-burung, karena melihat adanya potensi dari biji atau buah yang nantinya akan menjadi makanan kumpulan burung-burung tersebut.
 5.2 Saran
Dalam tulisan ini kami mengharapkan agar potensi yang ada dapat menjadi suatu penelitian buat mahasiswa-mahasiswi nantinya, karena dari survei yang ada kami melihat lahan agroforestry beliau sangat dikelolah dengan baik. Namun dalam hal pemangkasan pohon sebaiknya dilakukan 3 bulan sekali, agar pertumbuhan pohon itu bisa lebih cepat, dan jarak tanam pun harus diperhatikan ketika pada areal yang lereng sebaiknya dilakukan penjarangan 5 m jarak penanamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Awang, S.A., et.al. 2002. Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran. Yogyakarta. BPFE.
Awang, S.A., et.al. 2007. Unit Manajemen Hutan Rakyat: Proses Kontruksi Pengetahuan Lokal. Yogyakarta. Banyumili Art Network, PKHR Fahutan UGM.
Dudung Darusman dan Harjanto. 2006. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : Konstribusi Hutan Rakyat Dalam Kesinambungan Industri Kehutanan. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar